Senin, 19 November 2012 Emil Dardak, Sang Doktor Ekonomi Termuda di Perusahaan BUMN
JAKARTA - Selintas penampilan lelaki berparas menarik ini hanyalah seorang pria muda biasa saja. Namun, bila berinteraksi langsung dengan pria ini, siapa sangka ternyata dia adalah salah satu lulusan termuda Doktor ekonomi pembangunan dari Jepang.
Dia adalah Emil Elestianto Dardak atau kerap disapa Emil Dardak. Sang Executive Vice President dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Usianya yang masih terbilang muda ini mengantarnya ke gerbang kesuksesan, karena usaha, kerja keras, serta kemauannya membangun diri, khususnya Indonesia.
Pria kelahiran 20 Mei 1984 ini dipercaya memegang perusahaan BUMN yang dibentuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut karena kapasitasnya yang tak bisa dipandang sebelah mata. Emil pun menjadi Direktur Utama ad interimlembaga pembiayaan infrastruktur bentukan pemerintah dan lembaga internasional, yaitu Indonesia Infrastructure Finance (IIF).
Dia mengakui bila sudah 10 tahun berkecimpung di bidang infrastruktur dan lembaga keuangan internasional lainnya pun menjadikan bidang ini sebagai ketertarikannya. Di kala kebanyakan anak muda belum bervisi misi ke depan sepertinya.
"Ya memang saya latar belakangnya di sini (infrastruktur). Saya sudah 10 tahun bergelut di sini. Waktu saya masih umur 17 tahun, sudah berkecimpung di proyek World Bank. Saya waktu itu punya diploma dari Australia. Saya Sejak dulu memang tertarik dengan pembangunan," tuturnya kepada Okezone.
Apa yang membuatnya istimewa? Dirinya menjadi salah satu lulusan termuda Doktor Ekonomi Pembangunan dari Jepang dari beasiswa yang diterimanya di usia 22 tahun. Bahkan, Emil telah menerbitkan buku mengenai srategi pembangunan desa bersama seorang dekan IPB Dr Ernan Rustiadi.
Lulusan Melbourne Institute of Business and Technology itu pun memandang tantangan pembangunan di Indonesia yang paling riil adalah penyediaan infrastruktur yang bersinggungan dengan teknologi. Hal ini pun menjadi passion-nya, karena selain dirinya bisa terlibat langsung dengan proyek-proyek antara pemerintah dan swasta, dia pun juga membangun hal yang dibutuhkan masyarakat.
"Kita lihat bukti-bukti pembangunan yang paling riil itu adalah infrastruktur, bendungan dibangun bisa mengairi sawah, jalan dibangun untuk bisa angkut makanan, tulang pungung atau namanya infrastruktur. Selain butuh teknologi, ada juga komersial. Ini yang membuat infrastruktur menjadi bagian antara kegiatan publik dan swasta. Menarik karena di satu sisi saya bisa jadi investment banker yang membicarakan komersial, tapi di saat yang sama saya doing something good for the people. Itu kenapa saya suka ini," bebernya.
Oleh karena itu, pekerjaannya di lembaga milik BUMN tersebut pun dirasa klop baginya. Emil merasa, berada di Penjaminan Infrastruktur Indonesia karena dia ingin membuat sesuatu hal yang berbeda bagi pembangunan, khususnya di Indonesia. Baginya, dengan berada di lembaga ini, obsesi yang dimilikinya pun sudah tercapai, salah satunya karena dia terlibat langsung dengan pemerintah.
"Obesesi saya pertama involved di World Bank, saya sempat kepikiran apa saya terus saja di sana. Tapi saya bilang Bank Dunia hanya pure bicara soal proyek publik, saya ingin masuk ke investment company, namanya Task, ini didirikan 2008 saya masuk ke sana. Di situ saya akhirnya involved lagi menjadi advisor untuk World Bank, menjadi advisor untuk ADB, IIF pun saya pernah jadi dirut dulu, karena saya menjadi konsultan yang mendirikan IIF. Setiap obsesinya adalah we want to do something different, something better, makanya kenapa saya dari IIF masuk ke PII," ceritanya.
Kendala 10 Tahun Berkarir
Suka duka dalam pekerjaannya, bisa dikatakan dapat dilalui dengan mudah bagi Emil. Dirinya yang mengambil Master of Science in International Cooperation Policy, Ritsumeikan Asia Pacific University di Jepang ini pun tak habisnya mensyukuri apa yang sudah dikerjakannya. Dia menuturkan, grafik perjalanan karirnya pun perlahan menanjak kendati krisis ekonomi sempat melanda Tanah Air.
"Alhamdulillah grafiknya naik, mungkin memang sudah jalannya. Saya ingat 2001 terlibat, kita masih berusaha pulih dari krisis, mulailah perlahan ekonomi kita naik. 2003 saya terlibat di konferensi Asia Pasific Forum Minister tentang infrastruktur, di situ kita mulai membicarakan mengenai how do we mobilize private investment," ujarnya.
Kemudian, pada 2005 dirinya berjuang dalam infrastructure summit. Dalam agenda tersebut, menekankan komitmen pemerintah yang kala itu tidak didukung kinerja yang baik karena pemerintah malah mundur. Lalu sampai lah pada 2006-2009 ada upaya riil dari pemerintah untuk membangun IIF, membangun sebuah penjaminan.
Orangtua Penyemangat Mimpi
Kesuksesan dirinya tak lepas dari dukungan kedua orangtua. Ayahnya yang terbilang salah satu orang penting di negeri ini, yakni Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak turut menjadi inspirasinya. Begitu pula dengan sang ibu yang berkecimpung di bidang insfrastruktur. Sudah pasti, mereka pun menjadi inspirasi terbesar Emil.
"Boleh dibilang ada influence (ayah). Kebetulan dia kan di sektor jalan, dia fokus di jalan dan air, saya luas. Waktu saya di World Bank saya pegang energi. Orangtua inspirasi terbesar. Ibu saya juga di infrastruktur, teknik sipil dari UI. Dedikasinya ke pembangunan yang membuat saya punya passion di sini. Tapi di sisi lain, saya sangat tergantung dengan pemerintah, pemimpin bisnis yang visioner, bahkan dengan seniman juga," pungkasnya.
sumber: okezone.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar